Kamis, 30 Maret 2017

Soekarno: Berdiri di Atas Kaki Sendiri


Soekarno (Bung Karno), Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945-1966, menganut ideologi pembangunan 'berdiri di atas kaki sendiri'. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901, ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: "Go to hell with your aid." Persetan dengan bantuanmu.

Ia mengajak negara-negara sedang berkembang (baru merdeka) untuk bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil menggelorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI. Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat, menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini jika dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).

Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.

Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak bangsanya untuk berdiri di atas kaki sendiri walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep "berdiri di atas kaki sendiri" memang belum sampai ke tujuan, tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa, daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (neokolonialisme).

Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan melanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.

Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung, pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian kasusnya baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul 'Indonesia Menggugat', dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah sehingga, pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Putra dan Putri Rasulullah

Pembicaraan tentang putra dan putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk pembicaraan yang jarang diangkat. Tidak heran, sebagian umat Islam tidak mengetahui berapa jumlah putra dan putri beliau atau siapa saja nama anak-anaknya.

Enam dari tujuh anak Rasulullah terlahir dari ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha. Rasulullah memuji Khadijah dengan sabdanya,

قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ

“Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR Ahmad no.24864)

Saat beliau mengucapkan kalimat ini, beliau belum menikah dengan Maria al-Qibtiyah.

Anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Rasulullah memiliki tiga orang putra; yang pertama Qasim, namanya menjadi kunyah Rasulullah (Abul Qashim). Qashim dilahirkan sebelum kenabian dan wafat saat berusia 2 tahun. Yang kedua Abdullah, disebut juga ath-Thayyib atau ath-Tahir karena lahir setelah kenabian. Putra yang ketiga adalah Ibrahim, dilahirkan di Madinah tahun 8 H dan wafat saat berusia 17 atau 18 bulan.

Adapun putrinya berjumlah 4 orang; Zainab yang menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi’, keponakan Rasulullah dari jalur Khadijah, kemudian Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, lalu Ruqayyah dan Ummu Qultsum menikah dengan Utsman bin Affan.


Putri-putri Rasulullah
Para ulama sepakat bahwa jumlah putri Rasulullah ada 4 orang, semuanya terlahir dari rahim ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha.

Pertama, putri pertama Rasulullah adalah Zainab binti Rasulullah.
Zainab radhiallahu ‘anha menikah dengan anak bibinya, Halah binti Khuwailid, yang bernama Abu al-Ash bin al-Rabi’. Pernikahan ini berlangsung sebelum sang ayah diangkat menjadi rasul. Zainab dan ketiga saudarinya masuk Islam sebagaimana ibunya Khadijah menerima Islam, akan tetapi sang suami, Abu al-Ash, tetap dalam agama jahiliyah. Hal ini menyebabkan Zainab tidak ikut hijrah ke Madinah bersama ayah dan saudari-saudarinya, karena ikatannya dengan sang suami.

Beberapa lama kemudian, barulah Zainab hijrah dari Mekah ke Madinah menyelamatkan agamanya dan berjumpa dengan sang ayah tercinta, lalu menyusullah suaminya, Abu al-Ash. Abu al-Ash pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama mertua dan istrinya. Keluarga kecil yang bahagia ini pun bersatu kembali dalam Islam dan iman. Tidak lama kebahagiaan tersebut berlangsung, pada tahun 8 H, Zainab wafat meninggalkan Abu al-Ash dan putri mereka Umamah.

Setelah itu, terkadang Umamah diasuh oleh kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadis disebutkan beliau menggendong cucunya, Umamah, ketika shalat, apabila beliau sujud, beliau meletakkan Umamah dari gendongannya.

Kedua, Ruqayyah binti Rasulullah.
Ruqayyah radhiallahu ‘anha dinikahkan oleh Rasulullah dengan sahabat yang mulia Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Keduanya turut serta berhijrah ke Habasyah ketika musyrikin Mekah sudah sangat keterlaluan dalam menyiksa dan menyakiti orang-orang yang beriman. Di Habasyah, pasangan yang mulia ini dianugerahi seorang putra yang dinamai Abdullah.

Ruqayyah dan Utsman juga turut serta dalam hijrah yang kedua dari Mekah menuju Madinah. Ketika tinggal di Madinah mereka dihadapkan dengan ujian wafatnya putra tunggal mereka yang sudah berusia 6 tahun.

Tidak lama kemudian, Ruqoyyah juga menderita sakit demam yang tinggi. Utsman bin Affan setia merawat istrinya dan senantiasa mengawasi keadaannya. Saat itu bersamaan dengan terjadinya Perang Badar, atas permintaan Rasulullah untuk mejaga putrinya, Utsman pun tidak bisa turut serta dalam perang ini. Wafatlah ruqayyah  bersamaan dengan kedatangan Zaid bin Haritsah yang mengabarkan kemenangan umat Islam di Badar.

Ketiga, Ummu Kultsum binti Rasulullah.
Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Oleh karena itulah Utsman dijuluki dzu nurain (pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya.

Utsman dan Ummu Kultsum bersama-sama membangun rumah tangga hingga wafatnya Ummu Kultsum pada bulan Sya’ban tahun 9 H. Keduanya tidak dianugerahi putra ataupun putri. Ummu Kultsum dimakamkan bersebelahan dengan saudarinya Ruqayyah radhiallahu ‘anhuma.

Keempat, Fatimah binti Rasulullah.
Fatimah radhiallahu ‘anha adalah putri bungsu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia dilahirkan lima tahun sebelum kenabian. Pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah menikahkannya dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Pasangan ini dikaruniai putra pertama pada tahun ketiga hijriyah, dan anak tersebut dinamai Hasan. Kemudian anak kedua lahir pada bulan Rajab satu tahun berikutnya, dan dinamai Husein. Anak ketiga mereka, Zainab, dilahirkan pada tahun keempat hijriyah dan dua tahun berselang lahirlah putri mereka Ummu Kultsum.

Fatimah adalah anak yang paling mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gaya bicara dan gaya berjalannya. Apabila Fatimah datang ke rumah sang ayah, ayahnya selalu menyambutnya dengan menciumnya dan duduk bersamanya. Kecintaan Rasulullah terhadap Fatimah tergambar dalam sabdanya,

فاطمة بضعة منى جزء مِني فمن أغضبها أغضبني” رواه البخاري

“Fatimah adalah bagian dariku. Barangsiapa membuatnya marah, maka dia juga telah membuatku marah.” (HR. Bukhari)

Beliau juga bersabda,

أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد، وفاطمة بنت محمد، ومريم بنت عمران، وآسية بنت مُزاحمٍ امرأة فرعون” رواه الإمام أحمد

“Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, Asiah bin Muzahim, istri Firaun.” (HR. Ahmad).

Satu-satunya anak Rasulullah yang hidup saat beliau wafat adalah Fatimah, kemudian ia pula keluarga Rasulullah yang pertama yang menyusul beliau. Fatimah radhiallahu ‘anha wafat enam bulan setelah sang ayah tercinta wafat meninggalkan dunia. Ia wafat pada 2 Ramadhan tahun 11 H, dan dimakamkan di Baqi’.

Putra-putra Rasulullah
Pertama, al-Qashim bin Rasulullah. 
Rasulullah berkunyah dengan namanya, beliau disebut Abu al-Qashim (bapaknya Qashim). Qashim lahir sebelum masa kenabian dan wafat saat usia dua tahun.

Kedua, Abdullah bin Rasulullah. 
Abdullah dinamai juga dengan ath-Thayyib atau ath-Thahir. Ia dilahirkan pada masa kenabian.

Ketiga, Ibrahim bin Rasulullah.
Ibrahim dilahirkan pada tahun 8 H di Kota Madinah. Dia adalah anak terakhir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dilahirkan dari rahim Maria al-Qibthiyah radhiallahu ‘anha. Maria adalah seorang budak yang diberikan Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah. Lalu Maria mengucapkan syahadat dan dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Usia Ibrahim tidak panjang, ia wafat pada tahun 10 H saat berusia 17 atau 18 bulan. Rasulullah sangat bersedih dengan kepergian putra kecilnya yang menjadi penyejuk hatinya ini. Ketika Ibrahim wafat, Rasulullah bersabda,

“إن العين تدمع، والقلب يحزن، ولا نقول إلا ما يُرْضِى ربنا، وإنا بفراقك يا إبراهيم لمحزونون” رواه البخاري

“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari).

Kalau kita perhatikan perjalanan hidup Rasulullah bersama anak-anaknya, niscaya kita dapati pelajaran dan hikmah yang banyak. Allah Ta’ala mengaruniakan beliau putra dan putri yang merupakan tanda kesempurnaan beliau sebagai manusia. Namun Allah juga mencoba beliau dengan mengambil satu per satu anaknya sebagaiman dahulu mengambil satu per satu orang tuanya tatkala beliau membutuhkan mereka; ayah, ibu, kakek, dan pamannya. Hanya anaknya Fatimah yang wafat setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah juga tidak memperpanjang usia putra-putra beliau, salah satu hikmahnya adalah agar orang-orang tidak mengkultuskan putra-putranya atau mengangkatnya menjadi Nabi setelah beliau. Bisa kita lihat, cucu beliau Hasan dan Husein saja sudah membuat orang-orang yang lemah terfitnah. Mereka mengagungkan kedua cucu beliau melebih yang sepantasnya, bagaimana kiranya kalau putra-putra beliau dipanjangkan usianya dan memiliki keturunan? Tentu akan menimbulkan fitnah yang lebih besar.

Hikmah dari wafatnya putra dan putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sebagai teladan bagi orang-orang yang kehilangan salah satu putra atau putri mereka. saat kehilangan anaknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabar dan tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai Allah. Ketika seseorang kehilangan salah satu anaknya, maka Rasulullah telah kehilangan hampir semua anaknya.

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya...

Kisah Teladan Nabi Yusuf

Mungkin saudaraku pernah atau bahkan sering mendengar kisah Nabi Yusuf ini, mari kita simak dan ambil hikmah yang terkandung didalamnya.

Akibat kedengkian dan keserakahan saudara-saudaranya, Yusuf kecil harus mengalami penganiayaan saudara-saudaranya. Yusuf harus rela dibuang ke dalam sumur. Untunglah tak berapa lama Yusuf di dalam sumur, lewatlah musafir dari Madyan hendak ke Mesir.

Musafir mendatangi sumur itu untuk mengambil air. Pada saat timba di tarik, musafir itu heran, mengapa timba itu terasa berat. Setelah timba ditarik ke atas, betapa terkejutnya musafir itu, karena ditimba ternyata ada seorang anak yang tampan, yaitu Yusuf.

Dibawalah Yusuf ke Mesir. Oleh musafir itu, Yusuf dijual ke salah seorang pejabat di Mesir untuk dijadikan budak. Tetapi oleh pejabat itu, Yusuf dijadikan anak angkat.

Sejak saat itulah Yusuf tinggal di Mesir bersama seorang pejabat yang bernama Qiftir Al-Azizdan istrinya Zulaikha. Selang beberapa tahun kemudian, Yusuf pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah.

Banyak wanita yang tergila-gila pada Yusuf, tidak terkecuali Zulaikha. Di saat tumbuhnya benih-benih cinta di hati Zulaikha itulah, Yusuf mendapatkan godaan.

Dalam QS Yusuf: 22-24, diterangkan: Setelah Yusuf meningkat dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Dan demikianlah Kami membalas orang yang berbakti. Kemudian Zulaikha jatuh cinta kepadanya. Lalu ditutupnya semua pintu rumah, serta berkata, "Marilah engkau kemari!" Jawab Yusuf ," Aku berlindung kepada Allah, sungguh Tuhanku telah memperlakukan aku dengan baik," Sesungguhnya orang-orang zalim tiada beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah jatuh cinta kepadanya dan Yusuf pun rindu pula kepada wanita itu, sekiranya tidak karena penjelasan dari Tuhannya. Demikianlah, kami dapat melepaskan dari kejahatan dan kekejian. Sesungguhnya ia seorang hamba Kami yang ikhlas.

Karena itulah, maka Yusuf menghindar dari Zulaikha. Namun Zulaikha menarik baju Yusuf dari belakang. Yusuf pun berusaha melepaskan diri dari tarikan itu. Yusuf lari menjauh, Zulaikha mengejar sampai ke pintu rumah, tiba-tiba muncul Qiftir yang pulang dari dinasnya.

Maka terkejutlah Qiftir melihat kejadian itu. Zulaikha merasa takut dan cemas, maka ia berusaha membela diri dengan berkata bahwa Yusuf hendak berbuat kurang ajar kepadanya.

Mendengar ucapan Zulaikha, Yusuf yang benar merasa perlu menjelaskan, maka ia mengatakan bahwa Zulaikhalah yang mencintainya. Karena mereka saling tuduh, maka dengan kekuasaan Allah, bayi dari keluarga Zulaikha yang masih dalam ayunan tiba-tiba berbicara memberikan kesaksian.

Sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur'an, Yusuf berkata,"Dia yang cinta kepada saya!" Di sana menjadi saksi seorang diantara keluarga wanita itu, lalu katanya,"Kalau sobekan di baju Yusuf ada di bagian muka, maka tanda wanita itu yang benar, tapi kalau sobekan itu di bagian belakang baju Yusuf, maka bohonglah wanita itu dan Yusuflah yang benar (QS Yusuf: 26-28).

Berita tentang kejadian itupun akhirnya tersebar luas, walaupun Yusuf tidak pernah mengatakan kepada siapa-siapa. Akhirnya Zulaikha pun mendengar juga, bahwa dirinya telah menjadi buah bibir orang banyak. Ia merasa malu terhadap teman-teman dan kenalannya.

Karena hal itu, Zulaikha diam. Ia berpikir, mencari cara agar mereka tidak lagi membicarakannya. Demi kehormatan diri, akhirnya ia mengundang istri-istri para pembesar lainnya ke rumahnya untuk dijamu. Adapun jamuan yang dihidangkan adalah buah-buahan sejenis mangga.

Masing-masing diberi pisau yang sangat tajam. Ketika wanita-wanita itu mengupas buah-buahan, oleh Zulaikha, Yusuf pun disuruh berlalu di muka wanita-wanita tersebut. Hal ini seperti di dalam Al-Quran surat Yusuf: 31.

Tatkala Zulaikha mendengar perkataan mereka memperbincangkannya, maka diundangnya mereka itu serta disediakan tempat duduk. Setelah mereka hadir, masing-masing diberinya sebuah pisau. Ia lalu berkata kepada Yusuf. Keluarlah engkau menemui wanita-wanita itu. Tatkala melihatnya, mereka (wanita-wanita) tercengang (karena ketampanan Yusuf), sehingga tidak terasa tangan mereka teriris pisau itu, mereka pun berkata, Mahasuci Allah, ini bukan manusia. Tiadalah ini, melainkan malaikat".

Zulaikha berkata,"Inilah yang kalian cercakan kepada saya, bahwa saya mencintainya. Sesungguhnya saya cinta kepadanya, tetapi ia enggan. Jika ia tidak menuruti apa yang saya perintahkan kepadanya itu, tentu ia akan dipenjara  sehingga ia menjadi orang yang hina dina.

Setelah kaum wanita bangsawan diundang dan menyaksikan sendiri betapa gagah dan tampannya Yusuf, mulai saat itulah mereka sadar dan tidak adalagi pembicaraan tentang Zulaikha. Walaupun demikian bukan berarti dapat menenangkan Qiftir, ia masih berpikir dua kali.

Dalam pikirannya sebenarnya Zulaikha yang salah, tapi untuk menjaga nama baiknya, ia berusaha agar Yusuf diadili dan dibuat seolah-olah Yusuflah yang bersalah. Dan usaha ini berhasil. Yusuf diputuskan bersalah oleh pengadilan. Tapi, apakah Yusuf kecewa dengan keputusan ini? Sama sekali. Bahkan Yusuf lebih suka dipenjara. Hal ini seperti di dalam Surah Yusuf ayat 33.

Yusuf berkata,"Wahai Tuhan, masuk penjara itu lebih saya suka daripada menuruti bujukan mereka itu. Jika Engkau tidak hindarkan aku daripada tipu daya mereka, niscaya condonglah hatiku kepada mereka, dan tentulah aku termasuk orang-orang yang tidak berilmu."

Begitulah kisah Nabi Yusuf yang telah diselamatkan oleh Allah dari godaan nafsu duniawi. Beliau malah begitu senang, meski akhirnya harus dipenjara tapi beliau dapat terhindar dari dosa besar.

Kisah Sahabat Nabi "Farwah Bin Amr Al Judzamy"

Gubernur Romawi
Farwah bin Amr al Judzamy ra adalah seorang Arab yang menjadi gubernur di bawah kekuasaan Romawi di Mu'an, sebuah wilayah di Syam. Ia juga menjadi komandan dari pasukan Arab yang tunduk di bawah kekaisaran Romawi. Dalam perang Mu'tah, dimana tiga komandan dari 3.000 pasukan muslimin gugur secara berturutan, Farwah menjadi salah satu komandan dari 200.000 tentara Romawi, khususnya yang berkebangsaan Arab.



Walau pasukannya boleh dibilang menang, tetapi timbul kekaguman pada diri Farwah atas kehebatan dan sikap heroik pasukan muslim, yang notabene pasukan Arab seperti dirinya. Mereka mampu lolos dari kehancuran total walaupun hanya berjumlah tiga ribu pejuang. Padahal 200.000 personal pasukan Romawi mengepung mereka dari segala arah. Saat itu yang mengambil alih tampuk pimpinan pasukan muslimin adalah Khalid bin Walid.

Setelah beberapa waktu berlalu, Farwah bin Amr menyatakan dirinya masuk Islam dan ia mengirim utusan kepada Nabi Muhammad SAW di Madinah untuk mengabarkan keislamannya, sambil menghadiahkan seekor baghal berwarna putih kepada beliau. Tetapi keputusannya ini harus dibayar mahal, penguasa Romawi menangkap dan memenjarakannya. Ia diberi dua pilihan, keluar dari Islam atau mati. Walau diberi waktu yang cukup untuk memikirkan pilihannya, ternyata pilihan Islam adalah harga mati bagi Farwah, karena itu penguasa Romawi menyalibnya di dekat mata air Afra' di Palestina, setelah itu mereka memenggal lehernya.

Karena kecongkakan dan sikap sewenang-wenang penguasa Romawi tersebut, Nabi Muhammad SAW menghimpun pasukan besar di bawah pimpinan Usamah bin Zaid untuk mengamankan wilayah perbatasan dan menyerang pasukan Romawi jika mereka melanggar batas dan kehormatan orang-orang muslim. Tetapi pasukan ini sempat tertunda karena Nabi Muhammad SAW wafat, dan diteruskan oleh khalifah Abu Bakar ra.
Diberdayakan oleh Blogger.